Setiap bulan diperkirakan 1,4 miliar pembalut digunakan oleh para perempuan di seluruh Indonesia. Sayangnya, semua merek yang beredar mengandung bahan kimia berbahaya yakni klorin.
"Dari 9 merek pembalut dan 7 merek pantyliner, semua mengandung klorin dengan rentang 5-55 ppm (part per million)," kata Ilyani S Adang, Anggota Pengurus Harian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), ditemui di kantornya, di Duren Tiga Jakarta Selatan, Selasa (7/7/2015).
YLKI mulai menelusuri kasus ini sejak menerima banyak laporan gangguan kulit dari konsumen setelah memakai pembalut tertentu.
Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan bahwa pembalut yang mengandung klorin paling banyak adalah merek CHARM dengan 54,73 ppm. Menyusul di belakang CHARM, Nina Anion menempati posisi kedua dengan kandungan klorin sebanyak 39,2 ppm.
Merek My Lady berada di posisi ketiga dengan kandungan klorin 24,4 ppm dan menyusul di bawahnya VClass Ultra dengan 17,74 ppm. Sementara itu, Kotex, Hers Protex, LAURIER, Softex, dan SOFTNESS juga masuk dalam daftar dengan kandungan klorin 6-8 ppm.
Selain pembalut, kandungan klorin juga ditemukan pada tujuh merek pantyliner, yaitu V Class, Pure Style, My Lady, Kotex Fresh Liners, Softness Panty Shields, CareFree superdry, LAURIER Active Fit.
Kandungan ini, dalam jangka pendek bisa memicu iritasi pada kulit di sekitar kemaluan. Sedangkan dalam jangka panjang, akumulasi dampaknya bisa memicu kanker rahim dan gangguan fertilitas atau kesuburan.
Dalam proses produksi pembalut dan pantyliner, klorin digunakan sebagai pemutih. Sayangnya, SNI (Standar Nasional Indonesia) memang tidak mengatur bahwa produk-produk tersebut harus bebas klorin.
"Kita mendorong SNI agar memasukkan klorin sebagai salah satu persyaratan," kata Tulis Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI.
Selain mengandung klorin dengan berbagai kadarnya, beberapa produk pembalut dan pantyliner juga tidak mencantumkan tanggal kedaluarsa. Beberapa juga menggunakan kode registrasi dari Dinas Kesehatan, yang merupakan kode lama yang sudah tidak digunakan.
"Ini juga bisa dipertanyakan apakah izinnya masih berlaku," tambah Arum Dinta, peneliti YLKI yang melakukan riset tentang pembalut dan pantyliner sejak Desember 2014.
Sumber : detik.com
Post a Comment